Matangkan Persiapan Haji 2025, Kemenag Gelar Mudzakarah Perhajian Indonesia

6 Nov 2024 oleh Mustarini Bella Vitiara | dilihat 92582 kali

Jakarta (PHU) —- Kementerian Agama akan menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia untuk membahas berbagai isu-isu krusial yang akan menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M.

Forum ini akan digelar selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 7 s.d. 9 November 2024 di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat.

“Ini juga dalam rangka harmonisasi seluruh ormas Islam dimana pada tahun-tahun sebelumnya Mudzakarah Perhajian ini juga pernah diadakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo milik Nahdlatul Ulama serta di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,” kata Direktur Bina Haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama Arsad Hidayat saat menghadiri Rapat Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian (KSP) Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446 H/2025 M di Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Rapat yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI ini turut mengundang perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait antara lain Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), serta Angkasa Pura (AP).

Dalam paparannya, Arsad mengatakan salah satu isu penting yang akan dibahas dalam agenda Mudzakarah Perhajian nantinya adalah terkait hukum penggunaan nilai manfaat dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Hal ini menyusul adanya hasil ijtima’ ulama MUI pada bulan Mei lalu yang menyebutkan bahwa penggunaan nilai manfaat dari dana haji untuk jemaah haji yang berangkat di tahun berjalan itu dianggap haram.

“Ini kalau betul diimplementasikan, banyak konsekuensinya. Yang paling jelas itu adalah kenaikan biaya Bipih atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji akan dibayarkan oleh setiap jemaah,” imbuh Arsad.

Ia menambahkan pihaknya sudah berkomunikasi dengan beberapa elemen masyarakat, diantaranya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan juga beberapa ormas besar Islam di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah.

“Mereka umumnya menolak dengan ide gagasan tersebut. NU jelas-jelas mengatakan bahwa penggunaan nilai manfaat daripada dana haji untuk penyelenggaraan ibadah haji itu diperbolehkan, salah satu argumentasinya adalah akad yang digunakan ketika jemaah menyetorkan dana haji itu bukan akad wadiah atau menyimpan uang, tapi akad wakalah mutlaqah,” terang Arsad.

Akad wakalah mutlaqah, artinya mewakilkan secara seluruhnya secara mutlak. Dengan kata lain, sambung Arsad, ketika jemaah melakukan setoran awal untuk mendaftar haji, mereka hanya menyimpan dana untuk dapat nomor porsi.

“Terkait dengan dana tersebut mau diinvestasikan, mau dimanfaatkan supaya mendapatkan nilai manfaat yang banyak, termasuk juga sisi kemanfaatannya akan dipergunakan dengan pola apa, itu menjadi kewenangannya al-wakil atau orang yang diberikan wakalah,” jelasnya.

WhatsApp Image 2024-11-05 at 15.01.40 (1).jpeg

Isu lainnya yang akan dibahas dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2024 adalah terkait kepadatan jemaah haji di Mina. Arsad mengatakan saat ini Kementerian Agama tengah berupaya untuk membangun pemahaman jemaah haji Indonesia yang meyakini bahwa tinggal di Mina hukumnya wajib.

“Saya kira juga tidak mudah untuk mengubah mindset jemaah yang selama ini mengatakan wajib, tapi setelah kita diskusi dengan para ulama, ternyata ada beberapa madzhab fikih yang mengatakan bahwa mabit di Mina itu bukan wajib ya, sebenarnya boleh saja, artinya ketika mereka mabit di Mina itu mendapatkan keutamaan dan ketika mereka meninggalkan itu tidak masalah,” pungkas Arsad.

Selain itu, forum Mudzakarah Perhajian nantinya juga akan menyoroti isu pemanfaatan atau pemotongan hewan Dam di Arab Saudi serta skema distribusinya di Tanah Air.

“Upaya ini sebenarnya sudah kita lakukan dari tahun lalu, bagaimana memanfaatkan daging Dam melalui pemotongan di Tanah Suci kemudian dikirim ke Tanah Air lalu didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan, cuma di dalam perjalanannya emang ternyata tidak mudah. Saya kira ini juga menjadi PR kita kedepan untuk mengharmonisasikan regulasi antara Kementerian Agama dengan instansi lain,” tandas Arsad.